Monday, May 30, 2016

Masyarakat Adat Baduy Krisis Lahan Pertanian

Jaro Saija menyerahkan selendang tenun Suat Baduy kepada Rizki Sisindra, utusan Kemenko PMK, Senin (30/5) di Desa Kanekes. Phtoto by Mering (Kemitraan)

Pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat setiap tahun membuat masyarakat Baduy di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, kekurangan lahan untuk pertanian dan peruntukan lainnya.

Demikian disampaikan oleh Jaro (Kepala Desa) Kanekes, Saija, di hadapan utusan Kementerian Koordinator Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan, Senin (30/5).

"Tanpa lahan untuk ngahuma (berladang), eksistensi orang Baduy akan terancam. Karena ngahuma adalah bagian dari upaya menegakkan agama dan adat istiadat kami orang Baduy," kata Saija.

Berdasarkan hasil sensus tahun 2016, populasi orang Baduy sudah mencapai 11.654 jiwa, sedangkan total luas lahan yang dimiliki kurang dari 6000 hektar. Pertumbuhan jumlah penduduk Baduy sejak tahun 90-an telah mencapai 40 persen. 

Dari luasan tersebut 60 persen tidak boleh digarap, karena telah ditetapkan secara adat sebagai kawasan lindung atau dalam bahsa Baduy disebut Leuweung Kolot

Wilayah ini dipertahankan sebagai kawasan konservasi yang menurut tradisi mereka tak boleh dirusak. Sementara yang boleh digarap untuk lahan pertanian, perkebunan, pemukiman, dan peruntukan lainnya tak lebih 2000 hektar saja.

Salah seorang Kaur Ekonomi dan Pembangunan Desa Kanekes, Arman mengatakan kekurangan akan lahan tersebut sebenarnya sudah dirasakan warga Baduy sejak tahun 80-90-an. 

Meskipun Pemkab Lebak sudah menerbitkan Peraturan Daerah No 32 Tahun 2001 tentang Perlindungan Hak atas Ulayat Baduy, dengan luas wilayah lebih dari 5000 hektar, namun ternyata tidak mampu menjawab persoalan krisis lahan bagi masyarakat Baduy tersebut.

Saija menambahkan,  kebutuhan lahan yang baru sudah diidentifikasi untuk ngahuma sekitar 60 hektar. Luas tersebut menurut dia baru untuk para tetua adat  Baduy Dalam yang berjumlah sekitar 30 orang. 

"Perhitungan sederhananya adalah, dari jumlah perangkat adat di dalam masyarakat Baduy Dalam, tadi dikalikan 2 hektar," kata Saija.

Karena itu pihaknya sudah mengajukan permohonan kepada Pemerintah Republik Indonesia melalui Kecamatan Leuwidamar, dan Pemkab Lebak untuk menambah luasan kawasan hak ulayat yang sudah terasa sangat sempit tersebut.

"Namun sampai sekarang, belum ada jawaban dari pemerintah," pungkas Saija.